Minggu, 15 Maret 2015

Memajukan Pertanian Indonesia

"Perluasan Lahan Pertanian dan Menambah Lahan Pertanian Baru"
Sulitnya melakukan peningkatan produksi pangan nasional antara lain karena pengembangan lahan pertanian pangan baru tidak seimbang dengan konversi lahan pertanian produktif yang berubah menjadi fungsi lain seperti permukiman. Lahan irigasi Indonesia sebesar 10.794.221 hektar telah menyumbangkan produksi padi sebesar 48.201.136 ton dan 50 %-nya lebih disumbang dari pulau Jawa (BPS, 2000 )
Menempatkan pangan sebagai bagian menempatkan kepentingan rakyat, bangsa dan negara serta rasa nasionalisme untuk melindungi, mencintai dan memperbaiki produksi pangan lokal harus terus dikembang-majukan. Pertanian pangan termasuk di kawasan transmigrasi hendaknya jangan dipandang sebagai lahan untuk menyerap tenaga kerja atau petani dikondisikan untuk terus memberikan subsidi bagi pertumbuhan ekonomi sektor lain dengan tekanan nilai jual hasil yang harus rendah dan biaya sarana produksi terus melambung. Tetapi seharusnya petani pangan mendapatkan prioritas perlindungan oleh pemerintah melalui harga jual dan subsidi produksi karena petani membawa amanah bagi ketahanan pangan, petani pangan perlu mendapatkan kesejahteraan yang layak. Dalam hal ini adalah wajar jika pemerintah berpihak kepada petani dan pelaku produksi pertanian pangan karena merupakan golongan terbesar dari masyarakat Indonesia .
Kebijakan Impor pangan yang menonjol sebagai program instant untuk mengatasi kekurangan produksi justru membuat petani semakin terpuruk dan tidak berdaya atas sistem pembangunan ketahanan pangan yang tidak tegas. Akibat over suplai pangan dari impor seringkali memaksa harga jual hasil panen petani menjadi rendah tidak sebanding dengan biaya produksinya sehingga petani terus menanggung kerugian. Hal ini menjadikan bertani pangan tidak menarik lagi bagi petani dan memilih profesi lain di luar pertanian, sehingga ketahanan pangan nasional mejadi rapuh.

Memajukan Pertanian Indonesia

Berikut beberapa cara untuk memajukan pertanian kita :
"Meningkatkan Produktivitas Tanaman Pangan"
Rata-rata produktivitas tanaman pangan nasional masih rendah. Pada tahun 2002, rata-rata produktivitas padi adalah 4,4 ton/ha (Purba S dan Las, 2002). Jika dibanding dengan negara produsen pangan lain di dunia khususnya beras, produktivitas padi di Indonesia ada pada peringkat ke 29. Australia memiliki produktivitas rata-rata 9,5 ton/ha, Jepang 6,65 ton/ha dan Cina 6,35 ton/ha ( FAO, 1993).
Faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan adalah :
1. Penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah.
2. Tingkat kesuburan lahan yang terus menurun (Adiningsih, S, dkk., 1994).
3. Eksplorasi potensi genetik tanaman yang masih belum optimal (Guedev S Kush, 2002).
Rendahnya penerapan teknologi budidaya tampak dari besarnya kesenjangan potensi produksi dari hasil penelitian dengan hasil di lapangan yang diperoleh oleh petani. Hal ini disebabkan karena pemahaman dan penguasaan penerapan paket teknologi baru yang kurang dapat dipahami oleh petani secara utuh sehingga penerapan teknologinya sepotong-sepotong (Mashar, 2000). Seperti penggunaan pupuk yang tidak tepat, bibit unggul dan cara pemeliharaan yang belum optimal diterapkan petani belum optimal karena lemahnya sosialisasi teknologi, sistem pembinaan serta lemahnya modal usaha petani itu sendiri. Selain itu juga karena cara budidaya petani yang menerapkan budidaya konvensional dan kurang inovatif seperti kecenderungan menggunakan input pupuk kimia yang terus menerus, tidak menggunakan pergiliran tanaman, kehilangan pasca panen yang masih tinggi 15 – 20 % dan memakai air irigasi yang tidak efisien. Akibatnya antara lain berdampak pada rendahnya produktivitas yang mengancam kelangsungan usaha tani dan daya saing di pasaran terus menurun. Rendahnya produktivitas dan daya saing komoditi tanaman pangan yang diusahakan menyebabkan turunnya minat petani untuk mengembangkan usaha budidaya pangannya, sehingga dalam skala luas mempengaruhi produksi nasional.
Untuk mengatasi permasalahan di atas pemerintah harus memberikan subsidi teknologi kepada petani dan melibatkan stakeholder dalam melakukan percepatan perubahan (Saragih, 2003). Subsidi teknologi yang dimaksud adalah adanya modal bagi petani untuk memperoleh atau dapat membeli teknologi produktivitas dan pengawalannya sehingga teknologi budidaya dapat dikuasai secara utuh dan efisien sampai tahap pasca panennya. Sebagai contoh petani dapat memperoleh dan penerapan teknologi produktivitas organik hayati (misal : Bio P 2000 Z), benih/pupuk bermutu dan mekanisasi pasca panen dan sekaligus pengawalan pendampingannya.
Tingkat kesuburan lahan pertanian produktif terus menurun; revolusi hijau dengan mengandalkan pupuk dan pestisida memiliki dampak negatif pada kesuburan tanah yang berkelanjutan dan terjadinya mutasi hama dan pathogen yang tidak diinginkan. Sebagai contoh lahan yang terus dipupuk dengan Urea (N) cenderung menampakkan respon kesuburan tanaman seketika, tetapi berdampak pada cepat habisnya bahan organik tanah karena memacu berkembangnya dekomposer dan bahan organik sebagai sumber makanan mikroba lain habis (< style=""> Pemakaian pupuk kimia, alkali dan pestisida yang terus menerus menyebabkan tumpukan residu yang melebihi daya dukung lingkungan yang jika tidak terurai akan menjadi “racun tanah” dan tanah menjadi “Sakit”. Akibatnya disamping hilangnya mikroba pengendali keseimbangan daya dukung kesuburan tanah, ketidak-seimbangan mineral dan munculnya mutan-mutan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang kontra produktif. Di lahan sawah/irigasi dengan berbagai upaya program revolusi hijau yang telah ada tidak lagi memberikan kontribusi pada peningkatan produktivitas karena telah mencapai titik jenuh (Levelling Off) dan produktivitas yang terjadi justru cenderung menurun.
Upaya yang harus dilakukan adalah melakukan Soil Management untuk mengembali-kan kesuburan tanah dengan memasukkan berbagai ragam mikroba pengendali yang mempercepat keseimbangan alami dan membangun bahan organik tanah, kemudian diikuti dengan pemupukan dengan jenis dan jumlah yang tepat dan berimbang serta teknik pengolahan tanah yang tepat. Telah diketahui bahwa mikro-organisme unggul berguna dapat diintroduksikan ke tanah dan dapat diberdayakan agar mereka berfungsi mengendalikan keseimbangan kesuburan tanah sebagaimana mestinya. Selain itu, sekumpulan mikro-organisme diketahui menghuni permukaan daun dan ranting. Sebagian dari mereka ada yang hidup mandiri, bahkan dapat menguntungkan tanaman (Mashar, 2000). Prinsip-prinsip hayati yang demikian telah diungkapkan dalam kaidah-kaidah penerapan pupuk hayati (misal : Bio P 2000 Z).
Eksplorasi potensi genetik tanaman yang masih belum optimal tampak pada kesenjangan hasil petani dan hasil produktivitas di luar negeri atau hasil dalam penelitian. Dalam hal ini teknologi pemuliaan telah mengalami kemajuan yang cukup berarti dalam menciptakan berbagai varietas unggul berpotensi produksi tinggi. Meskipun upaya breeding modern, teknologi transgenik dan hibrida dirancang agar tanaman yang dikehendaki memiliki kemampuan genetik produksi tinggi (Gurdev S Kush, 2002), tetapi jika dalam menerapkannya di lapangan asal-asalan, maka performa keunggulan genetiknya tidak nampak. Hasil penggunaan varietas unggul di lapangan seringkali masih jauh dari harapan. Penyebabnya adalah masih belum dipahaminya teknik budidaya sehingga hasil yang didapat belum menyamai potensinya, apalagi melebihi.
Untuk mendapatkan performa hasil maksimal dari tanaman unggul baru yang diharapkan memerlukan persyaratan-persyaratan khusus “Presisi” dalam budidayanya seperti kesuburan lahan, pemupukan, mengamankan dari OPT (Anonim, 2003) dan/atau perlakuan spesifik lainnya. Pada kenyataannya baik tanaman unggul seperti padi VUB, Hibrida dan PTB; dan kedelai serta Jagung hibrida akan mampu berproduksi tinggi jika pengawalan manajemen budidayanya dipenuhi dengan baik, tetapi jika tidak justru terjadi sebaliknya. Hasilnya lebih rendah dari varietas lokal. Hal ini berarti bakal calon penerapan varietas unggul berproduktivitas tinggi harus dilakukan pengawalan dan manajemen teknologi penyerta dengan baik dan diterapkan secara paripurna. Untuk hal tersebut petani harus diberikan dampingan dan memanejemen budidaya secara intensif. 

Minggu, 07 April 2013

Daftar Menteri Pertanian Indonesia

"Daftar Menteri Pertanian Indonesia"

Berikut ini merupakan Daftar orang-orang yang pernah menjabat sebagai Menteri Pertanian Indonesia :

No Foto Nama Kabinet Dari Sampai Keterangan
1
Ir. R.P. Surachman Presidentil 19 Agustus 1945 14 November 1945
2
Ir. Darmawan Mangunkusumo Sjahrir I 14 November 1945 12 Maret 1946
3
Ir. Rasad Sjahrir II 12 Maret 1946 26 Juni 1946
**
Darmawan Mangunkusumo Sjahrir II 26 Juni 1946 2 Oktober 1946 menggantikan Ir. Rasad
4 Ak gani.jpg Dr. A.K Gani Sjahrir III 2 Oktober 1946 26 Juni 1947
Amir Sjarifuddin I 3 Juli 1947 11 November 1947
Amir Sjarifuddin II 11 November 1947 29 Januari 1948
5 Sjafrudin prawiranegara.jpg Sjafruddin Prawiranegara Hatta I 29 Januari 1948 4 Agustus 1948
*
Indratjahja Darurat 19 Desember 1948 13 Juli 1949
6 Kasimo.jpg I.J. Kasimo Hatta II 4 Agustus 1948 20 Desember 1949
* Djuanda Cartawidjaja.jpg Ir. Djuanda RIS 20 Desember 1949 6 September 1950
**
I.J. Kasimo Susanto 20 Desember 1949 21 Januari 1950
7
Sadjarwo Halim 21 Januari 1950 6 September 1950
8
Mr. Tandiono M Natsir 6 September 1950 3 April 1951
9
Ir. Suwarto Sukiman-Suwirjo 27 April 1951 3 April 1952
10
Moh. Sarjan Wilopo 3 April 1952 30 Juli 1953
**
Sadjarwo Ali Sastroamidjojo I 30 Juli 1953 12 Agustus 1955
**
Moh. Sarjan Burhanuddin Harahap 12 Agustus 1955 24 Maret 1956
11
Eny Karim Ali Sastroamidjojo II 24 Maret 1956 14 Maret 1957
**
Sadjarwo Djuanda 9 April 1957 10 Juli 1959
12
Kol. Dr. Azis Saleh Kerja I 10 Juli 1959 18 Februari 1960
Kerja II 18 Februari 1960 6 Maret 1962
**
Sadjarwo Kerja III 6 Maret 1962 13 November 1963
Kerja IV 13 November 1963 27 Agustus 1964
Dwikora I 27 Agustus 1964 22 Februari 1966
Dwikora II 24 Februari 1966 26 Maret 1966
13 Frans seda PYO.jpg Drs. Frans Seda Dwikora III 27 Maret 1966 25 Juli 1966
14
Brigjen Sutjipto Ampera I 25 Juli 1966 17 Oktober 1967
Ampera II 17 Oktober 1967 6 Juni 1968
15 Toyib.gif Prof. Dr. Ir. Thoyib Hadiwidjaja Pembangunan I 6 Juni 1968 28 Maret 1973
Pembangunan II 28 Maret 1973 29 Maret 1978
16
Prof. Ir. Soedarsono Hadisapoetro Pembangunan III 29 Maret 1978 19 Maret 1983
17
Ir. Achmad Affandi Pembangunan IV 19 Maret 1983 21 Maret 1988
18
Ir. Wardojo Pembangunan V 21 Maret 1988 17 Maret 1993
19
Prof. Dr. Sjarifuddin Baharsjah Pembangunan VI 17 Maret 1993 14 Maret 1998
20
Ny Prof. Dr. Ir. Justika Sjarifuddin Baharsjah, Msc Pembangunan VI 14 Maret 1998 21 Mei 1998
21
Prof. Dr. Ir. Soleh Solahudin Reformasi Pembangunan 21 Mei 1998 26 Oktober 1999
22 Mohamad Prakosa.jpg Dr. Ir. Mohamad Prakosa, Ph.D Persatuan Nasional 26 Oktober 1999 9 Agustus 2001
23 Bungaran saragih.jpg Prof Dr Ir Bungaran Saragih, M.Ec Gotong Royong 10 Agustus 2001 20 Oktober 2004
24 Kabinet anton a.jpg Dr. Ir. Anton Apriantono Indonesia Bersatu 20 Oktober 2004 22 Oktober 2009
25 Suswono.jpg Ir. H. Suswono, MMA Indonesia Bersatu II 22 Oktober 2009

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Menteri_Pertanian_Indonesia

Selasa, 28 Agustus 2012

KLASIFIKASI PERTANIAN DAN PETANI

Belum ada klasifikasi pertanian yang baku sampai saat ini. Pertanian sering digolongkan menurut keperluan tertentu, sering tumpah tindih, sering berbeda di lain daerah. Tanaman kentang di Indonesia masuk dalam Hortikultura, di Eropa masuk dalam bukan Hortikultura tetapi tanaman makanan. Namun demikian dapat dihimpun klasifikasi pertanian sebanyak 11 macam penggolongan pertanian. Penggolongan itu adalah sebagai berikut:
  • Pertanian dalam arti sempit dan luas. Pertanian dalam arti sempit adalah bercocok tanam, jadi hanya kegiatan usaha tanaman. Dalam arti luas pertanian meliputi bercocok tanam, kehutanan, perikanan dan peternakan.
  • Pertanian Rakyat dan Perkebunan, perbedaan pertanian rakyat dengan perkebunan terutama terletak dalam luas areal dan manajemennya. Pertanian rakyat termasuk perkebunan rakyat dalam areal lebih sempit dan manajemen sederhana. Menurut pemilikannya perkebunan dibagi menjadi perkebunan BUMN, perkebunan Swasta Asing, perkebunan Swasta Nasional, Joint venture, dan PIR. Akhir-akhir ini dikenal juga PIR unggas.
  • Pertanian Tanaman Makanan dan Perdagangan, Penggolongan ini cukup lemah, sebagai contoh tanaman padi adalah bahan untuk makanan, tetapi juga dapat diperdagangkan. Dalam kehidupan praktis yang dimaksud dengan tanaman perdagangan secara umum komoditinya bukan untuk sebagai bahan makanan. Tanaman Makanan terdiri atas: Tanaman Serealia, Kacangan dan Umbian.
  • Pertanian Hortikultur dan non-Hortikultur. Hortikultur terdiri dari buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga-bungaan. Hasil hortikultur pada umumnya mempunyai sifat mudah busuk/rusak (perishable) dan bermuatan besar (bulky = volumeneous). Sering disebut bahwa sifat seluruh hasil pertanian adalah perishable dan bulky, pada hal hasil pertanian non-hortikultur tidak mudah rusak dan tidak bulky seperti cengkeh, jagung, padi, lada dan lainnya. Karena itu hatihati dalam menggeneralisasi sifat-sifat pertanian. Di Indonesia tanaman kentang termasuk tanaman hortikultura, tetapi di Eropa, misalnya di Belanda termasuk tanaman makanan.
  • Pertanian Tanaman Semusim dan Tanaman Keras, Tanaman semusim sering disebut tanaman muda atau tanaman tahunan atau annual crop. Contoh annual crop adalah padi, jagung, pisang, cabe, kentang, kacangan, dansebagainya. Tanaman semusim ini dapat dibagi dua yaitu: Sekali tanam sekali panen seperti padi, jagung. dan Sekali tanam beberapa kali panen seperti cabe, tomat arcis, buncis dan sebagainya. Tanaman Keras atau perenial crop adalah tanaman yang berumur panjang dan dapat berbuah atau panen berkali-kali. Contohnya: karet, kelapa sawit, coklat, duren, mangga, asam gelugur, duku dan sebagainya.
  • Pertanian Subsisten dan Perusahaan, Pertanian subsisten adalah pertanian yang seluruh hasilnya digunakan atau dikonsumsi sendiri oleh produsennya. Contoh: padi, jagung, ternak ayam yang dipelihara bertujuan untuk konsumsi sendiri, tidak ada maksud untuk dijual ke pasar. Pertanian subsisten secara murni  pada saat ini dapat dikatakan sudah langka, hanya terdapat di daerah-daerah yang terisolasi seperti di Nias. Kalau hasil pertanian itu hanya cukup untuk dimakan maka disebut subsistence level of living, dan kondisi ini sama dengan petani miskin. Pertanian perusahaan atau commercial adalah pertanian yang hasilnya bertujuan dijual ke pasar. Bukan harus semua hasil padi seorang petani dijual ke pasar, boleh saja sebagian dikonsumsi sendiri dan sebagian dijual. Hasil tanaman karet pada umumnya seluruhnya dijual ke pasar.
  • Pertanian Generatif dan Ekstraktif, Pertanian generatif adalah pertani-an yang telah dilakukan di dalamnya pemeliharaan/perlakuan pada proses produksinya. Petani terlibat dalam pemupukan, dalam pembrantasan hama/penyakit, dalam pemilihan benih/bibit. Pertanian ekstraktif (sammel- wirtshaft) adalah usaha pertanian yang hanya mengumpulkan hasil, misalnya pengambilan rotan di hutan, penebangan kayu hutan, pengambilan gubal gaharu di hutan, penangkapan ikan di laut. Bila rotan atau gaharu sudah dibudidayakan maka dia berubah menjadi pertanian generatif.
  • Pertanian Lahan Sawah dan Lahan Kering, lahan sawah adalah lahan yang pada saat-saat tertentu digenangi air untuk ditanami, kalau terus-menerus tergenang air disebut kolam atau tambak. Berdasarkan sumber airnya sawah dibagi menjadi 2 yaitu : -Sawah irigasi (teknis dan setengah teknis), tadah hujan, rawa, paluh dan sebagainya. Pengaliran/pemberian air ke lahan sawah disebut irigasi, boleh juga dengan sprinkle, pembuangan air keluar dari sawah disebut drainasi.dan - Lahan kering adalah lahan yang senantiasa diusahakan kering, lahan kering sering disebut lahan darat, tegalan, huma atau ladang. Usaha-usaha perkebunan pada umumnya terdapat di lahan kering.
  • Pertanian Modern dan Tradisional, pertanian intensif dan ekstensif berkonotasi terhadap jumlah nilai input per-hektar, pertanian modern dan tradiosional berkonotasi terhadap tingkat penggunaan teknologi. Pertanian modern menggunakan teknologi lebih tinggi daripada pertanian tradisional. Pertanian modern banyak menggunakan mesin-mesin, sedikit memakai tenaga manual. Pertanian modern belum tentu lebih menguntungkan dari-pada pertanian tradisional. Pertanian modern di Sumatera Utara belum tentu modern bagi petani di USA. Pertanian modern dapat menimbulkan pengangguran di perdesaan di Indonesia.
  • Pertanian Spesialisasi dan Diversifikasi, pertanian spesialisasi disebut juga pertanaman sejenis atau monokulture pada usaha tanaman. Spesialisai berarti mengusahakan khusus satu jenis tanaman, atau satu jenis ternak atau satu jenis ikan. Pertanian diversifikasi disebut juga pertanian campuran. Diversifikasi dalam arti sempit mengusahakan berbagai jenis tanaman atau berbagai jenis ternak atau ikan. Misalnya seorang petani menanam padi + jagung + pisang, atau memelihara kambing + bebek + ayam, atau memelihara ikan lele + ikan gurami. Diversifikasi dalam arti luas adalah mengusahakan tanaman + ternak, misalnya usaha ternak lembu + tanaman jagung, atau kombinasi dengan usaha ikan mas. Dalam arti luas ini harus paling tidak kombinasi dari usaha dari tanaman + ternak, atau ternak +i kan, atau ikan + hutan, atau tanaman + hutan. Dilihat dari output usaha, diversifikasi dapat dibagi dua yakni diversifikasi horizontal dan diversifikasi vertikal. Usaha horizontal artinya memberikan output natural pertanian, yaitu semua usaha divesifikasi yang telah disebutkan di atas. Usaha vertikal bila dalam satu usaha itu mempunyai output natural + output pengolahan, misalnya seorang pekebun sawit menjual buah TBS dan menjual minyak sawit, atau seorang petani menghasilkan padi dan beras atau tepung beras. Untuk usaha tanaman saja, sejalan dengan pengertian diversifikasi terdapat beberapa istilah khusus yakni: Tumpang gilir (multiple cropping), Tumpang sari (inter cropping), Bersisipan (relay cropping), Bergiliran (squential planting).
  • Pertanian Intensif dan Ekstensif. orang awam menganggap pertanian intensif adalah pertanian yang memakai areal sempit dan banyak digunakan input, pertanian ekstensif adalah pertanian yang arealnya luas, pemakaian input tidak disebutkan. Intensif atau ekstensifnya suatu usaha pertanian dapat ditunjukkan dalam waktu yang sama atau berbeda, antar daerah, antar jenis tanaman/usaha. Indikator menunjukkan intesif atau ekstensif adalah ratio atau perbandingan dari jumlah penggunaan nilai input per satuan luas, bukan hanya bergantung luas areal saja.

Sumber : Ensklopedia