Berikut beberapa cara untuk memajukan pertanian kita :
"Meningkatkan Produktivitas Tanaman Pangan"
Rata-rata produktivitas tanaman pangan nasional masih rendah. Pada tahun 2002, rata-rata produktivitas
padi adalah 4,4 ton/ha (Purba S dan Las, 2002). Jika dibanding dengan
negara produsen pangan lain di dunia khususnya beras, produktivitas padi
di Indonesia ada pada peringkat ke 29. Australia memiliki produktivitas
rata-rata 9,5 ton/ha, Jepang 6,65 ton/ha dan Cina 6,35 ton/ha ( FAO,
1993).
Faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan adalah :
1. Penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah.
2. Tingkat kesuburan lahan yang terus menurun (Adiningsih, S, dkk., 1994).
3. Eksplorasi potensi genetik tanaman yang masih belum optimal (Guedev S Kush, 2002).
Rendahnya penerapan teknologi budidaya tampak dari besarnya kesenjangan potensi produksi dari hasil penelitian dengan hasil di lapangan yang diperoleh oleh petani. Hal ini disebabkan
karena pemahaman dan penguasaan penerapan paket teknologi baru yang
kurang dapat dipahami oleh petani secara utuh sehingga penerapan
teknologinya sepotong-sepotong (Mashar, 2000). Seperti
penggunaan pupuk yang tidak tepat, bibit unggul dan cara pemeliharaan
yang belum optimal diterapkan petani belum optimal karena lemahnya
sosialisasi teknologi, sistem pembinaan serta lemahnya modal usaha
petani itu sendiri. Selain itu juga karena cara budidaya petani yang menerapkan budidaya konvensional dan kurang inovatif seperti kecenderungan menggunakan
input pupuk kimia yang terus menerus, tidak menggunakan pergiliran
tanaman, kehilangan pasca panen yang masih tinggi 15 – 20 % dan memakai
air irigasi yang tidak efisien. Akibatnya antara lain berdampak pada
rendahnya produktivitas yang mengancam kelangsungan usaha tani dan daya
saing di pasaran terus menurun. Rendahnya produktivitas
dan daya saing komoditi tanaman pangan yang diusahakan menyebabkan
turunnya minat petani untuk mengembangkan usaha budidaya pangannya,
sehingga dalam skala luas mempengaruhi produksi nasional.
Untuk mengatasi permasalahan di atas pemerintah harus memberikan subsidi teknologi kepada petani dan melibatkan stakeholder dalam melakukan percepatan perubahan (Saragih, 2003). Subsidi teknologi yang
dimaksud adalah adanya modal bagi petani untuk memperoleh atau dapat
membeli teknologi produktivitas dan pengawalannya sehingga teknologi
budidaya dapat dikuasai secara utuh dan efisien sampai tahap pasca panennya. Sebagai contoh petani dapat memperoleh dan penerapan teknologi produktivitas organik hayati (misal : Bio P 2000 Z), benih/pupuk bermutu dan mekanisasi pasca panen dan sekaligus pengawalan pendampingannya.
Tingkat kesuburan lahan pertanian produktif terus menurun; revolusi
hijau dengan mengandalkan pupuk dan pestisida memiliki dampak negatif
pada kesuburan tanah yang berkelanjutan dan terjadinya mutasi hama dan
pathogen yang tidak diinginkan. Sebagai contoh lahan yang terus dipupuk dengan Urea (N) cenderung menampakkan respon kesuburan
tanaman seketika, tetapi berdampak pada cepat habisnya bahan organik
tanah karena memacu berkembangnya dekomposer dan bahan organik sebagai
sumber makanan mikroba lain habis (< style=""> Pemakaian
pupuk kimia, alkali dan pestisida yang terus menerus menyebabkan
tumpukan residu yang melebihi daya dukung lingkungan yang jika tidak
terurai akan menjadi “racun tanah” dan tanah menjadi “Sakit”. Akibatnya
disamping hilangnya mikroba pengendali keseimbangan daya dukung
kesuburan tanah, ketidak-seimbangan mineral dan munculnya mutan-mutan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang kontra produktif. Di lahan sawah/irigasi
dengan berbagai upaya program revolusi hijau yang telah ada tidak lagi
memberikan kontribusi pada peningkatan produktivitas karena telah
mencapai titik jenuh (Levelling Off) dan produktivitas yang terjadi
justru cenderung menurun.
Upaya yang harus dilakukan adalah melakukan Soil Management
untuk mengembali-kan kesuburan tanah dengan memasukkan berbagai ragam
mikroba pengendali yang mempercepat keseimbangan alami dan membangun bahan
organik tanah, kemudian diikuti dengan pemupukan dengan jenis dan
jumlah yang tepat dan berimbang serta teknik pengolahan tanah yang
tepat. Telah diketahui bahwa mikro-organisme unggul berguna dapat diintroduksikan ke tanah dan dapat diberdayakan agar mereka berfungsi mengendalikan keseimbangan kesuburan tanah sebagaimana mestinya. Selain
itu, sekumpulan mikro-organisme diketahui menghuni permukaan daun dan
ranting. Sebagian dari mereka ada yang hidup mandiri, bahkan dapat
menguntungkan tanaman (Mashar, 2000). Prinsip-prinsip hayati yang
demikian telah diungkapkan dalam kaidah-kaidah penerapan pupuk hayati (misal : Bio P 2000 Z).
Eksplorasi potensi genetik tanaman yang masih belum optimal tampak pada kesenjangan hasil petani dan hasil
produktivitas di luar negeri atau hasil dalam penelitian. Dalam hal ini
teknologi pemuliaan telah mengalami kemajuan yang cukup berarti dalam
menciptakan berbagai varietas unggul berpotensi produksi tinggi. Meskipun upaya breeding modern, teknologi
transgenik dan hibrida dirancang agar tanaman yang dikehendaki memiliki
kemampuan genetik produksi tinggi (Gurdev S Kush, 2002), tetapi jika
dalam menerapkannya di lapangan asal-asalan, maka performa keunggulan
genetiknya tidak nampak. Hasil penggunaan varietas unggul di lapangan
seringkali masih jauh dari harapan. Penyebabnya adalah masih belum dipahaminya teknik budidaya sehingga hasil yang didapat belum menyamai potensinya, apalagi melebihi.
Untuk mendapatkan performa hasil maksimal dari tanaman unggul baru yang diharapkan memerlukan persyaratan-persyaratan khusus “Presisi” dalam budidayanya seperti kesuburan lahan, pemupukan, mengamankan dari OPT (Anonim, 2003) dan/atau perlakuan spesifik lainnya.
Pada kenyataannya baik tanaman unggul seperti padi VUB, Hibrida dan
PTB; dan kedelai serta Jagung hibrida akan mampu berproduksi tinggi jika pengawalan manajemen budidayanya dipenuhi dengan baik, tetapi jika tidak justru terjadi sebaliknya. Hasilnya lebih rendah dari varietas lokal. Hal ini berarti bakal
calon penerapan varietas unggul berproduktivitas tinggi harus dilakukan
pengawalan dan manajemen teknologi penyerta dengan baik dan diterapkan
secara paripurna. Untuk hal tersebut petani harus diberikan dampingan dan memanejemen budidaya secara intensif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar